Uitchuld dan haftung dalam arisan online

Eva N Christianty S.H. M.H. CPL adalah seorang Advokat dan Konsultan Hukum yang berdomisili di Jakarta. Sudah menjadi hal yang umum bagi pengguna media sosial untuk menemukan promosi arisan online yang beroperasi dengan sistem gugur. Beberapa pengguna bahkan memiliki akun khusus untuk mempromosikan dan memperluas kegiatan arisan online.

Beberapa kasus telah dilaporkan di mana masalah yang timbul dari arisan online telah disebarkan secara luas, terutama dalam kasus-kasus di mana cicilan atau uang arisan tidak dikembalikan kepada penerima yang berhak, yang mengakibatkan potensi tuntutan pidana atas dugaan pencemaran nama baik atau penghinaan.

Pendekatan hukuman ini tampaknya bertentangan dengan prinsip ultimum remedium, yang menganjurkan hukuman sebagai upaya terakhir. Dibandingkan dengan beberapa negara Eropa, pendekatan ini sangat berbeda karena mereka memprioritaskan penggunaan hukum perdata atau hukum administratif di atas hukum pidana. Menurut Crince Le Roy, hukum perdata atau administrasi lebih ditekankan daripada hukum pidana di Eropa.

Menurut Pasal 19 ayat (2) UU No.39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, hukuman penjara atau kurungan sebagai akibat dari kegagalan untuk memenuhi kewajiban utang adalah dilarang. Namun, di Indonesia, masalah perdata dan administratif sering kali berujung pada tuntutan pidana.

Menurut artikel berjudul “Langkah Hukum Jika Uang Arisan Online Tidak Dikembalikan” di Hukumonline.com (10/09/2020), arisan diakui sebagai perjanjian yang sah meskipun tidak didokumentasikan secara tertulis. Hal ini didasarkan pada Pasal 1320 KUH Perdata yang tidak mewajibkan perjanjian tertulis untuk keabsahannya.

Kontrak yang disepakati secara lisan dibentuk berdasarkan asas konsensualisme, yang berarti bahwa suatu perjanjian terbentuk ketika kedua belah pihak mencapai kata sepakat. Menurut hukum, apa yang dinyatakan dalam hubungan hukum menjadi mengikat. Oleh karena itu, kesediaan dan janji para pihak membuat mereka percaya bahwa perjanjian tersebut akan dipenuhi.

Hubungan hukum dalam perjanjian arisan online memiliki beberapa kelemahan hukum. Prinsip kehati-hatian dan prinsip mengenal nasabah mungkin tidak berlaku untuk semua peserta yang mengikuti arisan online. Selain itu, tidak adanya hitam di atas putih, agunan, dan analisis kemampuan membayar dapat menyulitkan penagihan ketika cicilan atau uang arisan online tidak dikembalikan.

Menurut Pasal 1238 KUH Perdata, perlu dilakukan peringatan (somasi) untuk membuktikan adanya wanprestasi. Hanya setelah pihak lain gagal memenuhi kewajibannya, seperti yang telah disepakati, barulah ia dapat mengganti biaya, kerugian, dan bunga berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata.

Untuk arisan online, jika pembayaran tertunda atau tidak dikembalikan, orang yang terkena dampak dapat mencoba menagih melalui panggilan telepon atau pesan langsung ke akun media sosial pemilik atau anggota.

Tindakan ini tidak dapat dianggap sebagai bukti kelalaian dalam memenuhi kewajiban online. Tindakan tersebut termasuk dalam kategori utang, yang hanya memerlukan pemenuhan kewajiban, mirip dengan konsep piutang. Setelah utang dibayar, persyaratan hukum terpenuhi.

Jika utang arisan online tidak dilunasi, peserta dapat mengajukan tuntutan ganti rugi melalui pengadilan. Tindakan ini disebut sebagai ”haftung” dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika dikaitkan dengan gugatan perdata melalui gugatan wanprestasi, maka tindakan haftung harus didahului dengan mengirimkan somasi atau peringatan sebagaimana diatur dalam Pasal 1238 KUHPerdata.

Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung No.852/K/Sip/1972, gugatan tidak dapat diterima jika somasi belum dikirim untuk penagihan resmi. Tanpa adanya somasi, pengadilan tidak dapat menghukum tergugat/pembanding atas wanprestasi, sehingga gugatan penggugat/pembanding tidak dapat diterima.

Arisan online melibatkan penagihan melalui postingan viral di media sosial, yang dapat mengakibatkan tuntutan pidana atas pencemaran nama baik. Hak untuk melaporkan pencemaran nama baik bersifat subyektif dan dipandang sebagai hak perdata. Menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung No.908/K/Pdt/1991, melaporkan kepada polisi untuk melindungi hak-hak perdata seseorang tidak dianggap sebagai tindakan melanggar hukum dalam kasus pencemaran nama baik.

Mahkamah Agung telah menetapkan pedoman untuk menentukan apakah penipuan dan penggelapan uang arisan online termasuk dalam hukum pidana atau perdata. Masalah arisan yang belum selesai termasuk dalam hukum perdata, menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung No.137PK/PDT/2002 jo. Yurisprudensi Mahkamah Agung No.272k/PDT/2008. Aspek pidana dari arisan online terjadi ketika arisan sudah selesai, namun uang tidak dikembalikan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top